Minggu, 11 Desember 2011

Teruntuk kau yang masih disini..

Teruntuk kau yang masih disini..
Mungkin aku bukanlah permaisuri seperti apa yang pernah kau ucapkan padaku.
Permaisuri yang mungkin selalu mendapatkan apa yang ia mau.
Permaisuri yang mungkin slalu bisa tersenyum dibalik ketidaksukaannya.
Teruntuk kau yang masih disini..
Dengarkanlah keluh kesahku di tengah sunyinya malam ini.
Dengarkanlah kegundahan hati ditengah keterbatasan diriku ini.
Dengarkan aku, pahami aku.
Teruntuk kau yang masih disini..
Terima kasih atas keyakinan yang kau berikan padaku diawal dulu.
Terima kasih atas waktu yang kau berikan padaku.
Terima kasih atas semua hal yang telah kau berikan padaku.
Teruntuk kau yang masih disini..
Maaf karena mungkin aku bukanlah permaisuri seperti apa yang pernah kau ucapkan padaku.
Maaf dengan semua keterbatasan yang aku miliki.
Keterbatasanku dalam mengerti dirimu.
Keterbatasanku untuk selalu berada disamping ucapanmu.
Keterbatasanku atas kesabaran yang ku miliki.
Keterbatasanku atas keegoanku.
Teruntuk kau yang masih disini..
Ketahuilah betapa aku merasa kehilangan keyakinan itu.
Keyakinan yang telah kau berikan padaku.
Tapi ketahuilah ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk aku jalani.
Ketahuilah betapa aku sangat menghargai semua ini.
Ketahuilah betapa aku sangat menghargai niat baik itu.
Dan ketahuilah aku menginginkan itu.
Teruntuk kau yang masih disini..
Semoga kau bisa mendengarkan aku.
Semoga kau bisa memahami semua keterbatasanku.
Semoga kau bisa menepis keegoanmu.
Dan semoga aku bisa menjadi permaisuri seperti apa yang pernah kau ucapkan padaku.
Aku dengan keterbatasanku.

Teruntuk kau yang masih disini.. :)

Minggu, 27 Februari 2011

CATATAN AKHIR SEKOLAH

Hawa sejuk mulai terasa setelah 6 jam perjalanan menuju kota Garut. Tepatnya di desa Cikandang, di rumah temanku Yogi. Keluarga Yogi pun menyambut baik kedatangan kami dengan ramah sesuai adat mereka. Setelah itu kami berbincang-bincang sedikit dan lalu beristirahat. Tiga jam berlalu untuk istirahat. Aku, Yogi, Salwa, Vina, dan Zaki pergi menuju Curug Orok yang paling beken di kabupaten Garut yang tak jauh dari rumah Yogi. Sebelumnya, kami harus melewati perkebunan teh yang hijau membentang luas dan kami pula harus menuruni sengkedan dari tembok yang panjangnya sekitar 100 meter untuk sampai air terjun Curug Orok yang tingginya 20 meter itu. Udara dingin, suara derasnya air, desiran tumbuhan dan sinar matahari yang sedikit panas memberikan kesejukan kepada kami sehingga kami lupa waktu.

“ Rafli, sudah jam 4 sore nih!” Zaki mengingatkanku.

“ Baiklah, mari kita kembali untuk bersiap-siap pendakian gunung Papandayan” jawabku

“ Setengah jam lagi ya!” keluh Salwa

“ Tidak, kita harus kembali sekarang untuk mempersiapkan segala kebutuhan mendaki gunung” tegasku

Tampak kekecewaan di muka Salwa, tetapi aku harus dapat membagi waktu. Lagi pula, Salwa bukanlah wanita cengeng, karena ia dapat menggunakan otaknya untuk menyelesaikan permasalahannya, bukan perasaan.

<><><>

Semua peralatan sudah kami persiapkan. Mulai dari tenda, lampu senter, peralatan P3K, hingga jarum dan benang jahit kami bawa. Kami mulai pendakian melewati jalur kedua perkebunan Cisarum, desa Cikandang pada pukul 18.30.

“ Duh Rafli, suasananya seram banget. Bulu kudukku merinding nih!” Salwa ketakutan

“ Tenang saja sal, kita bersama-sama!” jawabku

“ Dasar anak mami, enggak pernah keluar malam ya?” ejek Zaki, ia membalikkan badannya

“ Hi...hi...hi” Zaki menakuti dengan wajah tersorot sinar lampu senter

“ Ah......?!” Salwa dan Vina ketakutan

“ Dasar bodoh, hampir aja jantung gue mau copot” kesal Salwa

“Haa...haaa...” kami tertawa

Salwa tersipu malu, kepalanya menunduk, pipinya memerah, ia tersenyum kecil, tertawa.

“ Ssst...jangan tertawa terus menerus, nanti jadi seram beneran” aku mengingatkan

Lalu kami melanjutkan pendakian. Di sepanjang jalan yang kami tempuh, mulut ini tak henti-hentinya mengucapkan kalimatullah demi keselamatn kami dalam pendakian dan tidak menemukan sesuatu yang tak terbayangkan.

<><><>

Sejauh ini, pendakian kami masih lancar, belum ada hambatan yang menghentikan pendakian kami. Hawa pun semakin lama semakin dingin, jaket yang kukenakan tak begitu dapat melindungi tubuhku dari dinginnya angin malam. Bintang pun terlihat seolah-olah sangat dekat dariku. Sinar rembulan terlihat begitu redup menembus cela-cela pepohonan. Keseraman malam pun menjadi indah .

“ Rafli, lihat di depan jurang” tunjuk Yogi

Langkah kami terhenti, berpikir cara melewati jurang tersebut. Hanya satu cara, jalan setapak.

“ Hanya satu cara, jalan setapak” tunjukku

“ Kamu Gila Rafli? Kalau begitu aku bisa mati” bantah Salwa

“ Jalan setapak, jurang, terpeleset, mati deh!” gurau Zaki

“ Dasar kutu....” Salwa tidak melanjutkan perkataannya

“ Sudah diam!” celaku,” Sebaiknya kita putuskan apakah kita harus melanjutkan pendakian ataukah kita kembali?” tanyaku pada semua

Semua diam. Berpikir mempertimbangkan. Lalu Vina angkat bicara, “ Lebih baik kita lanjutkan. Lagi pula sayang, kita sudah setengah jalan.”

“ Bagaimana dengan yang lain?” tanyaku kembali

Semua mengangguk mengiyakan usul vina. Kami memulai pendakian melewati jalan setapak.

“ Rafli, kamu kan ketua, duluan ya!” pinta Vina

“ Baiklah kalau begitu, mari kita berdo’a terlebih dahulu agar kita selamat dari pendakian ini. “ Berdo’a mulai” pimpinku, “ Berdo’a selesai”

“ Aku di belakang Rafli ya!” pinta Salwa

“ Mari berpegangan tangan” perintahku

Kami semua berpegangan tangan agar jika salah satu dari kami terpeleset, yang lain dapat menolongnya. Dengan hati-hati, kami mulai melewati jalan setapak yang kira-kira sejauh 12 meter. Tak ada satu pun yang berani menatap ke bawah. Rasanya, kaki ini seperti batu, tak dapat aku gerakan.

<><><>

Selamat dari jurang, kami disambut pemandangan indah Pondok Saladah yang merupakan areal padang rumput seluas 8 Ha yang terdapat di ketinggian 2288Mdpl. Banyak ditumbuhi tanaman Edelweis yang abadi dan tidak mudah layu serta memiliki aroma yang khas. Di daerah ini pula terdapat sungai Citarum yang airnya mengalir sepanjang tahun. Sayangnya, kami tak dapat menikmati pemandangan tersebut, karena kami harus melanjutkan perjalanan untuk mencapai puncak. Padahal, tempat ini adalah tempat yang amat bagus untuk perkemahan.

Semakin lama dan semakin tinggi pendakian yang kami lakukan, suasana menjadi seram. Banyak bangkai binatang kami temukan. Tumbuhan yang tumbuh pun berbeda dengan tumbuhan sebelum pada umumnya. Hambatan jalan licin pun menjadi suatu kesulitan bagi kami. Perlahan, kami melewati jalan licin tersebut.

“ Debuuuuuuuk” suara sesuatu terjatuh.

“ Zaki” teriakku, sedangkan Salwa dan Vina hanya menggigit jari dan menangis ketakutan melihatnya.

Zaki terjatuh ke dalam sebuah lembah yang terselimuti kabut yang begitu tebal. Kami tak dapat melihatnya.

“ Zaki” teriakku

“ Zaki” teriak Vina

Tak ada balasan dari Zaki. Entah apa yang terjadi, mungkin ia takkan terselamatkan. Kami semua menangis. Vina akhirnya jatuh pingsan.

KACANG TANAH TANAMAN KAYA MANFAAT

Tanaman kacang tanah memiliki keunikan tersendiri untuk kita kaji lebih jauh. Bukan hanya karena tanaman ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, namun juga karena cara menghasilkan buahnya yang tidak umum (baca: menarik). Tanaman kacang tanah merupakan tanaman budidaya yang tergolong herba rendah semusim yang tingginya 15-50 cm.

Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogea

Bunganya kecil, berwarna kuning, berbentuk kupu-kupu serta tidak bertangkai serta muncul pada ketiak dalam bentuk bulir yang terdiri dari satu - dua kuntum bunga atau lebih pada ujung daun-daun. Beberapa saat setelah terjadi penyerbukan sendiri, bunga menjadi layu, kemudian nampak struktur seperti tangkai kecil, dan inilah yang disebut sebagai bunga muda serta berisi 1-3 biji kecil yang belum matang pada ujungnya. Dalam beberapa hari, maka buah yang belum matang tersebut memperlihatkan pengaruh gerak geotropik positif dan membengkok ke bawah.

Dasar dari buah muda ini merupakan jaringan meristematik, dan kegiatan pada daerah ini menghasilkan tangkai memanjang atau "pasak". Pasak tersebut melanjutkan perpanjangannya ke bawah dan akhirnya menembus tanah pada kedalaman beberapa sentimeter . Sesudah mencapai kedalaman ini, pasak berhenti memanjang, kemudian ujungnya yang berisi biji yang sedang berkembang, menggembung menjadi matang serta dikenal sebagai kacang tanah. Jadi, walaupun bunganya ada di udara namun buahnya tersembunyi di bawah tanah.

Pemakaian isotop radioaktif telah diketahui bahwa buah muda kacang dapat menyerap mineral-mineral tertentu dari tanah, maka fungsinya dalam hal ini ialah sebagai akar. Kalsium, merupakan ion utama yang sukar sekali berpindah dari bagian tanaman ke dalam buah dalam jumlah yang memadai bagi perkembangan normal, sehingga kekurangan ini dapat dilengkapi sendiri oleh buah.

Sebagai tanaman budidaya, kacang tanah terutama dipanen bijinya yang kaya protein dan lemak. Biji ini dapat dimakan mentah, direbus (di dalam polongnya), digoreng, atau disangrai. Di Amerika Serikat, biji kacang tanah diproses menjadi semacam selai dan merupakan industri pangan yang menguntungkan. Produksi minyak kacang tanah mencapai sekitar 10% pasaran minyak masak dunia pada tahun 2003 menurut FAO. Selain dipanen biji atau polongnya, kacang tanah juga dipanen hijauannya (daun dan batang) untuk makanan ternak atau merupakan pupuk hijau

Kacang tanah kaya dengan lemak, mengandungi protein yang tinggi, zat besi, vitamin E dan kalsium, vitamin B kompleks dan Fosforus, vitamin A dan K, lesitin, kolin dan kalsium. Kandungan protein dalam kacang tanah adalah jauh lebih tinggi dari daging, telur dan kacang soya. Mempunyai rasa yang manis dan banyak digunakan untuk membuat beraneka jenis kue.

Kacang tanah juga dikatakan mengandung bahan yang dapat membina ketahanan tubuh dalam mencegah beberapa penyakit. Mengkonsumsi satu ons kacang tanah lima kali seminggu dilaporkan dapat mencegah penyakit jantung. Kacang tanah bekerja meningkatkan kemampuan pompa jantung dan menurunkan resiko penyakit jantung koroner. Memakan segenggam kacang tanah setiap hari terutama penyakit kencing manis dapat membantu kekurangan zat. Kacang tanah mengandung Omega 3 yang merupakan lemak tak jenuh ganda dan Omega 9 yang merupakan lemak tak jenuh tunggal. Dalam 1 ons kacang tanah terdapat 18 gram Omega 3 dan 17 gram Omega 9.

Kacang tanah mengandung fitosterol yang justru dapat menurunkan kadar kolesterol dan level trigliserida, dengan cara menahan penyerapan kolesterol dari makanan yang disirkulasikan dalam darah dan mengurangi penyerapan kembali kolesterol dari hati, serta tetap menjaga HDL kolesterol. Kacang tanah juga mengandung arginin yang dapat merangsang tubuh untuk memproduksi oksida nitrat yang berfungsi untuk melawan bakteri tuberkulosis.

Kajian-kajian menunjukkan kacang tanah dapat sebagai penurun tekanan darah tinggi dan juga kandungan kolestrol dalam darah, berkesan untuk melegakan penyakit hemofilia atau kecenderungan mudah berdarah, penyakit keputihan dan insomnia. Namun Kacang tanah sangat dicegah pada mereka yang menghadapi penyakit jenis kanker payudara dan yang mempunyai masalah jerawat atau acne juga dinasihatkan berhenti mengkonsumsi kacang tanah.

SEBUAH PENANTIAN

Di ruangan serba putih inilah aku terbaring. Senyum masih merekah manis di bibirku. Ibu baru saja pulang untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Tanggal 20 Januari. Hari yang sangat ku nanti sebenarnya. Aku memutar memoriku ke hari pertama aku masuk ke sebuah Pondok Pesantren megah di ujung Kota Tangerang. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertamaku di SMP Negeri 7 Jambi, aku terbang menyeberangi Selat Sunda menuju Pulau Jawa. Program empat tahun memang, tapi biarlah. Ini keinginanku sendiri. Alhamdulillah semua keluargaku sangat mendukung keputusan ku ini.

Aku seorang yang periang. Hidupku bisa dibilang sempurna dengan semua fasilitas yang ada. Tampangku lumayan, hingga terkadang membuatku sedikit sombong. Entah berapa laki-laki yang ku buat sakit hati karena kelakuanku. Bahkan aku tak ingat berapa jumlahnya. Hingga saat aku duduk di kelas tiga semester dua, aku yang begitu terlena dengan semua itu harus menelan kenyataan pahit. Hasil laboratorium menyatakan aku memiliki kelainan jantung. Jantungku lemah. Saat itu baru ku sadari semua kesombonganku, perbuatanku yang selama ini sangat tidak baik. Dasar manusia, selalu akan menyesal belakangan. Aku mulai kembali melirik mukenaku. Kewajibanku sebagai Muslimah yang selama ini ku tinggalkan mulai ku laksanakan lagi. Aku sadar. Aku harus segera memohon ampunan pada Sang Pencipta.

Aku senang sekolah di sana. Pondok Pesantren Daar el-Qolam. Ya, itulah nama sekolahku. Aku suka dengan suasana pedesaan yang dikelilingi sawah ini. Masih sangat asri. Walaupun sebuah Pondok Modern, tapi nilai kesederhanaannya tidak pernah dilupakan. Bahasa di sana menggunakan dua bahasa, Arab dan Inggris. Aku sangat kerasan berada di sini. Bisa menenangkan jiwa ku. Kadang aku merasa heran dengan mereka yang tidak kerasan hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti dan pindah sekolah. Padahal semua fasilitas telah memadai. Bisa dikatakan sangat lengkap malah. Makan pun telah disiapkan, kita hanya perlu mengantre di dapur untuk mendapatkannya. Mencuci pakaian pun telah ada laundry yang mengerjakan. Walaupun pakaian dalam harus kita sendiri yang mencucinya. Apa lagi yang kurang coba...?

Sistem pembelajaran di sini mengharuskan santriwan dan santriwati berada dalam satu kelas. Sedikit kecewa memang. Karena setahuku Pondok Pesantren itu memisahkan perempuan dan laki-laki. Bukan bermaksud menghindari laki-laki, hanya saja aku sedikit trauma. Takut akan menyakiti perasaan mereka lagi. Maka kuputuskan untuk melupakan mereka dan berprinsip untuk tidak berpacaran sampai waktunya nanti.

Tahun pertama kulewati dengan sangat baik. Jantungku stabil, Alhamdulillah. Tapi, memasuki semester dua lambungku terasa sakit. Tadinya ku pikir hanya maag biasa. Ku minum Promaag untuk meredakannya. Hanya saja semakin lama lambungku semakin sakit. Ulu hatiku perih dan sesak hingga sering kali aku muntah-muntah karenanya. Kala itu aku masih enggan menelepon Ibu. Selain tak ingin mengganggu jadwalnya sebagai Dosen, aku tidak mau membuat dahinya semakin berkerut memikirkanku. Hingga suatu hari, saat aku berwudu sebelum mengikuti shalat subuh. Aku terbatuk dan batuk itu mengeluarkan darah. Aku semakin cemas. Takut. Istirahat pertama hari itu, ku telepon Ibuku. Ibu langsung terbang hari itu juga untuk menyusulku.

Tanggal 17 Januari. Tiga hari lagi ulang tahun Pondok ku. Sebenarnya aku sangat enggan untuk pulang. Karena aku sangat ingin melihat perayaan milad Pondok ini. Dengan sangat terpaksa aku harus melewatkan moment-moment itu.

Di salah satu Rumah Sakit Islam di Tangerang. Aku menunggu hasil laboratorium kemarin. Tanggal 20 Januari. Sedang apa teman-temanku di Pondok? Mungkin setelah upacara dan penampilan kesenian berakhir, mereka akan mengantre di bazaar makanan atau mengunjungi bazaar buku. Dokter pun keluar dengan hasil lab ditangannya. Dokter memberi isarat kepada aku dan Ibu untuk ikut ke ruangannya.

"Ada luka di lambung anak ibu. Kronis. Mungkin kalau lebih cepat diperiksa tidak akan separah ini. Selain itu juga ada gejala usus buntu." Aku hanya diam. Dua penyakit datang sekaligus pikirku waktu itu.

"Paru-parunya sehat. Darah yang keluar waktu itu kemungkinan berasal dari lambungnya." Dokter melanjutkan penjelasan sambil memperlihatkan hasil rontgen kemarin. Alhamdulillah, syukurku.

Tahun kedua, tahun di mana aku mengalami pilek dan batuk setiap hari. Tadinya hanya ku anggap sebagai penyakit ringan yang telah biasa. Waktu itu kupikir akan sembuh dengan sendirinya. Tapi, naik kelas lima aku merasakan sakit yang begitu hebat di kepalaku. Sakit yang seakan ingin memecahkan telingaku. Hingga akhirnya ku telepon tanteku yang tinggal di Tangerang. Tak ingin terus menambah beban Ibuku. Dokter mengharuskan aku rontgen. Ternyata sinusitis telah memenuhi kepalaku. Pilek dan batuk yang ku alami selama satu tahun itu adalah gejala awalnya. Parah. Satu penyakit datang lagi. Aku pun lagi-lagi hanya bisa pasrah dan ikhlas menjalaninya. Walau kadang terpikir, apa maksud Allah memberiku cobaan yang tiada akhirnya. Mungkin, kalau waktu itu aku tidak rajin berdoa dan memohon ampun kepada Allah aku sudah gila saat itu. Alhamdulillah, Allah masih menjaga imanku.

Tahun ketiga itu, aku bisa mengikuti tasyakkuran milad Pondok. Aku sangat senang. Karena tahun kedua kemarin lagi-lagi aku tak bisa mengikuti perayaan itu. Kakekku sakit, dan hal ini mengharuskan aku untuk pulang ke Jambi. Kakek membutuhkanku saat itu. Ku ikuti upacara perayaan itu dengan khidmat. Mendengarkan khutbah kyaiku dengan penuh konsentrasi. Aku terharu. Tak terasa air mataku menetes saat kyaiku membacakan doa. Benar-benar menyentuh. Upacara selesai, dilanjutkan dengan berbagai macam penampilan kesenian. Ada tari saman, marching band, tari Melayu, dan banyak penampilan-penampilan lainnya. Selesai menikmati penampilan kesenian aku beranjak untuk bergabung bersama teman-temanku mengantre di bazar makanan. Mengunjungi bazar buku, dan membeli sebanyak mungkin buku-buku yang ku sukai. Ya, aku memang sangat menyukai buku.

Dari jendela perpustakaan, ku lihat kakak kelas ku sedang berfoto di depan gedung H. M. Natsir. Tahun terakhir mereka sebagai santri. Sudah menjadi tradisi semua santri kelas enam berfoto di sana. Untuk mengisi buku tahunan mereka. Begitu pula aku. Tahun depan saat ku naik ke kelas enam, aku pun akan berada di sana. Bersama teman-teman angkatanku. Tahun terakhir kami sebagai santri. Tak sabar ku nantikan saat-saat itu. Tapi...

"Assalamu ’alaikum." Ibu masuk membawakan semangkuk bubur untukku. Ia telah kembali dari rumah ternyata.

"Wa ’alaikumussalam." Jawabku masih dengan senyum itu. Ibu mulai menyuapi ku. Aku menurut. Ku telan perlahan bubur demi bubur yang Ibu suapkan padaku. Tanggal 20 Januari. Inilah hari itu. Hari yang sangat ku nantikan. Perayaan milad terakhirku sebagai santri. Ku lirik jam yang tergantung rapi di dinding kamar ini. Pukul 09.30 WIB. Ku bayangkan acara berfoto itu. Berharap aku berada di sana. Di antara teman-teman angkatanku. Senyum dan tawa mengembang di setiap wajah mereka. Tapi...

Di sinilah aku. Terbaring di ruangan serba putih ini, dengan infus dan segala macam peralatan medis di sampingku. Jantungku kambuh tiga hari lalu. Aku ingat, seorang temanku pernah berkata;

"Bila seseorang mengalami sakit yang berkepanjangan sebelum ajalnya, itu karena Allah ingin menghapus dosa yang telah ia perbuat dahulu.” Aku percaya saja. Mungkin inilah cara Allah membalas semua perbuatanku dahulu. Masih terbayang wajah ceria teman-temanku. Tahun terakhir sebagai santri. Mungkin, di suatu tempat. Malaikat Izroil telah bersiap untuk menjemputku.

"Siang ini temanmu akan menjenguk." Ucap Ibu. Aku hanya bisa tersenyum menatap wajahnya. Buburku telah habis. Perlahan ku genggam tangan renta yang telah merawatku ini. Ku lihat setitik air di sudut matanya. Ibu menangis. Ku tutup mataku perlahan. Ingin menghilangkan semua beban yang menghimpitku. Tertidur. Mungkin untuk selamanya...

MIMPI

Mimpi. Sesuatu yang sangat mudah kita lakukan. Sesuatu yang sangat mudah diperoleh. Mimpi membuat kita memiliki visi, sehingga kita bisa merencanakan apa saja yang akan kita lakukan di masa yang akan datang. Tapi, pasti akan datang sebuah masa di mana kita kehilangan mimpi kita. Mungkin karena sebuah kegagalan yang kita lakukan membuat frustrasi. Atau mungkin juga karena kita tidak fokus, sehingga mudah untuk terbuyarkan konsentrasinya. Dan, itu semuanya mungkin membuat kita tidak bersemangat lagi menjalani hidup.

Kita hidup, wajar untuk bermimpi. Dan, bagi kita sebagai calon pemimpin masa depan, mimpi akan dapat membuat visi kita mau menjadi seperti apa di masa yang akan datang. Namun ingat, kita haruslah berhati-hati, jangan mentang-mentang hanya kita yang memiliki mimpi, lantas kita sendiri yang melakukan semua yang ada di dalam visi tersebut sendirian, tanpa melibatkan beberapa elemen dari keluarga, teman atau rekan. Mimpi memang muncul di dalam diri kita, masing-masing individu. Tapi, untuk merealisasikannya, kita tidak mungkin bekerja sendirian, tanpa adanya kelompok. Yang harus diingat adalah, bahwa mimpi tidak akan pernah terwujud hanya dalam satu malam.

Mimpi kita akan cenderung hidup bila kita memiliki harapan, kepercayaan, kegigihan dan kebisaan kita dalam melihat celah untuk bisa kita gunakan sebagai dasar untuk bertindak. Bila kita memiliki kepercayaan diri yang kurang, takut bersaing, takut konflik, maka hal tersebut akan membuat mimpi kita menjadi mati, dan tidak akan pernah terwujud.

Mimpi bisa terwujud, tergantung pada seberapa besar kepercayaan kita pada apapun yang kita miliki. Kepercayaan yang semakin besar mampu membuat keinginan kita semakin membesar, dan berlaku sebaliknya, semakin kecil kepercayaan kita, maka semakin kecil pula kemungkinan mimpi kita bisa terwujud. Kita pun menjadi pasif bila kita tidak memiliki kepercayaan. Dan akibat kepercayaan tersebut kita pun memiliki keinginan yang tinggi sehingga jalan untuk terwujudnya mimpi dan visi bisa semakin jelas.

إِذاَ صَدَقَ اْلعَزْمُ وَضَحَ اْلسَّبِيْلُ

Kepercayaan kita semakin kuat dengan dukungan dari keluarga, sahabat, dan rekan yang bisa kita percaya. Sehingga, percaya kepada diri kita sendiri, didorong dengan kepercayaan dari lingkungan sekitar, mampu membuat mimpi menjadi sebuah realita.

Mimpi yang kita miliki pun selayaknya memiliki nilai untuk diperjuangkan dan target yang harus dicapai. Sehingga, nilai tersebut bisa menopang kepercayaan kita, dan target yang harus dicapai membuat kita semakin termotivasi untuk menjadikan mimpi kita sebuah realita. Namun, yang harus kita waspadai adalah saat sudah ada di tengah jalan, sebaiknya kita harus tetap memiliki "kompas" agar tetap mengetahui arah ke mana kita pergi, karena banyak orang yang lupa tujuan saat sudah termotivasi dengan motivasi yang sangat tinggi.

Semoga kita dapat merealisasikan mimpi kita menjadi kenyataan, dengan tetap mempercayai diri kita, dan mempercayai lingkungan tempat kita berada... Tanpa kepercayaan, kegigihan kita tidak akan muncul, dan secara otomatis, jalan menuju realisasi mimpi menjadi gelap...

Allâhu a`lamu bi-s-shawâbi